Friday 21 March 2014

Fenomena KDRT di Indonesia

Banyak Kasus KDRT tak Terungkap


kdrt-kekerasan-rumah-tangga-2-130634-b
Ist : Google Image
BANYUASIN, KS – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seperti fenomena gunung es. Artinya, yang nampak di permukaan hanya bagian kecilnya saja, sementara yang tidak terungkap jumlahnya lebih banyak.
Kondisi inilah diyakini Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Banyuasin, Abu Hasan. Menurutnya, banyak kasus-kasus KDRT di Banyuasin yang tidak terungkap. Hal itu disebabkan, banyak korbannya yang enggan melapor.
“Keenggan melapor ini, karena KDRT terutama kekerasan seksual di Indonesia khususnya di Banyuasin, dianggap sesuatu yang tabu untuk diungkapkan. Karena hal itu dianggap aib, bagi keluarga. Sehingga sehingga banyak yang tidak melapor,” kata Abu Hasan ketika dibincangi di ruang kerjanya, Rabu (8/1).
Untuk mengantisipasi terus meningkatnya kasus-kasus KDRT dan kekerasan terhadap anak di Banyuasin,  pihaknya sebut Abu, terus perupaya melakukan sosialisasi pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan.
“Kita akan terus lakukan sosialiasasi ke masyarakat, tentang perlindungan terhadap anak dan perempuan termasuk sanksinya terhadap pelaku KDRT. Tujuannya, agar masyarakat sadar untuk ikut melapor jika terjadi kasus KDRT. Sehingga kasus KDRT bisa berkurang,” ucapnya.
Sebelumnya Woman Crisis Center (WCC) mencatat, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Sumsel setiap tahunnya cenderung meningkat. Di 2012 menurut Direktur WCC, Yenni Roslaini Izi, ada 155 kasus yang terjadi.
“Dari 155 kasus tersebut, kekerasan terbanyak terjadi dalam rumah tangga atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yakni mencapai 53 kasus. Kemudian 41 kasus pemerkosaan, 15 pelecehan seksual, 16 kasus kekerasan dalam pacaran, 19 kasus perdagangan perempuan (human trafficking) dan 11 kasus kekerasan lainnya,” jelas Yenni beberapa waktu lalu.
Jumlah kekerasan terhadap perempuan ini menurut dia, bak fenomena gunung es. Karena yang terungkap ke permukaan hanya sedikit, padahal yang terjadi lebih banyak lagi. Ia yakin, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di 2012, bisa lebih banyak dari 155 kasus yang dicatat WCC.
Sebab banyak kasus yang tidak didampingi WCC atau dilaporkan langsung ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) di kepolisian. Bahkan menurutnya, banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan.
Masih rentannya perempuan di Sumsel, mengalami kekerasan juga bisa ditunjukkan dengan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus kekerasan di Sumsel dalam dua tahun terakhir. “Di 2011 ada 133 kasus sedangkan di 2010 sebanyak 138 kasus,” bebernya.
Di 2007 WCC mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sebanyak 201 kasus, 2008 sebanyak 210 kasus sedangkan di 2009 terjadi 194 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Dari ratusan kasus itu, 95 persennya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan yang dilakukan suami kepada istri. Mayoritas korbannya, adalah perempuan dengan rentang usia 25-40 tahun.(http://kabarsumatera.com)

No comments:

Post a Comment