Friday, 21 March 2014

Buntut Krisis Politik Ukraina, Tujuh Negara G-8 Ancam Rusia

Buntut Krisis Politik Ukraina, Tujuh Negara G-8 Ancam Rusia

Seorang pria memegang poster protes terhadap intervensi militer Rusia di wilayah Crimea Ukraina, di New York City, Amerika Serikat, Minggu (2/3). [yahoo/afp] Seorang pria memegang poster protes terhadap intervensi militer Rusia di wilayah Crimea Ukraina, di New York City, Amerika Serikat, Minggu (2/3). [yahoo/afp]


[WASHINGTON] Tujuh negara ekonomi termaju dunia yang tergabung dalam G8 (Kelompok 8) mengancam memboikot rencana pertemuan yang akan berlangsung di Sochi, Rusia, pada Juni 2014.  

Hal itu, terkait dengan tindakan Rusia menambah pasukan tentara di Pangkalan Angkatan Laut, Semenanjung Crimea, yang dinilai semakin memperkeruh krisis politik di Ukraina dan mengarah pada intervensi militer.  

“Kami telah memutuskan untuk sementara waktu menangguhkan partisipasi kami dalam kegiatan yang terkait dengan persiapan KTT G8 yang dijadwalkan berlangsung di Sochi pada bulan Juni mendatang, sampai tercipta kondisi yang memungkinkan bagi G8 untuk melakukan diskusi yang bermakna,” demikian
                                                                            pernyataan tujuh negara anggota G8 seperti dikutip AFP.   

Pernyataan mengenai ancaman terhadap Rusia itu, ditandatangani pemimpin negara Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, Kanada, Italia serta pemimpin Komisi Eropa dan dipublikasikan oleh Gedung Putih, di Washington, Minggu (2/3).  

Dalam pernyataan tersebut, tujuh negara anggota G-8 menegaskan aksi militer yang dilakukan Rusia di Crimea telah melanggar kedaulatan Ukraina dan tak sejalan dengan komitmen menegakkan demokrasi yang disepakati Rusia ketika bergabung menjadi anggota G8 pada 1997.  

Tindakan Rusia tersebut, juga telah mencoreng perjanjian perdamaian antara Rusia dengan Ukraina yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terkait dengan itu, tujuh negara anggota G8 mendesak Rusia tidak melakukan tindakan apapun yang mengarah pada ancaman terhadap territorial dan integrasi Ukraina.  

“Kami menyerukan kepada Rusia untuk mengatasi kekhawatiran terhadap ancaman keamanan atau hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Crimea melalui upaya negoisasi langsung dengan Ukraina atau melalui mediasi PBB atau Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa,” bunyi pernyataan itu.  

Ketujuh negara anggota G8 juga meminta semua pihak baik di Ukraina maupun Rusia untuk semaksimal mungkin menahan diri dan mengurangi tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.  

Mereka juga menyatakan dukungan bagi pemerintahan sementara Ukraina yang telah terbentuk dan akan membantu Ukraina dalam upaya menjaga stabilitas politik, keamanan, ekonomi dan kesejahteraan.  

“Kami bersatu dalam mendukung kedaulatan Ukraina dan integritas teritorial, dan haknya untuk memilih masa depannya sendiri,” demikian pernyataan tujuh negara anggota G8 yang bersumpah akan mendukung Ukraina menegosiasikan kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mencegah krisis ekonomi.  

Membelot

Sementara itu, Kepala Angkatan Laut Ukraina, Laksamana Denys Berezovsky, membelot terhadap pemerintah interim Ukraina. Dia mengangkat sumpah di hadapan pemimpin negara bagian Crimea yang pro-Rusia untuk mendukung penolakan terhadap pemerintahan interim Ukraina dan memperluas otonomi Crimea.  

Berezovsky yang baru saja diangkat sebagai Kepala Angkatan Laut Ukraina, memberikan perintah kepada pasukan angkatan laut Ukraina yang bertugas di Crimea untuk mengabaikan perintah dari pihak-pihak berwenang di Ibukota Kiev dan mengumumkan tanggal 2 Maret sebagai hari kelahiran Angkatan Laut Republik Otonom Crimea.  

Pemerintah interim Ukraina menilai Berezovsky sebagai pembelot dan menempatkannya dalam penyelidikan terkait pengkhianatan terhadap negara. Berezovsky juga dipecat oleh Menteri Pertahanan interim Ukraina, Ihor Tenyukh. (http://www.suarapembaruan.com/home/buntut-krisis-politik-ukraina-tujuh-negara-g-8-ancam-rusia/50440)

No comments:

Post a Comment