Monday 8 July 2013

MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI



MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi
Akhir-akhir ini istilah budaya organisasi (organizational culture) banyak
dijumpai di berbagai media, para ahli, praktisi maupun akdemisi telah banyak
melakukan analisis dan kajian berkaitan dengan budaya organisasi. Diskusi maupun
seminar telah banyak diselenggarakan untuk mengungkapkan berbagai substansi
yang berkaitan dengan pengembangan budaya organisasi, fungsi dan pengaruh
serta manfaatnya untuk sebuah organisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya
organisasi memang dirasakan sangat penting dan memiliki manfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perkembangan organisasi, tertutama dalam
kancah persaingan yang semakin ketat.
Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga hal
yang merupakan ciri khas dari budaya organisasi tersebut, antara lain: 1)
dipelajari, 2) dimiliki bersama, dan 3) diwariskan dari generasi ke generasi. Factor
yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang pemimpin, ketua
ataupun manajer sebuah organisasi dapat menciptakan dan memelihara suatu
budaya organisasi yang kuat dan jelas.
Seorang ahli perilaku organisasi Eliott Jacquest menyebutkan bahwa
perilaku organisasi adalah:  “the customary or traditional ways of thinking and
doing things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the
organization and which new numbers must learn and least partially accept in
order to be accept into the sevice of the firm” artinya budaya organisasi adalah
cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh
semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau palling
sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari
organisasi.
dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
merupakan perwakilan dari norma-norma perilaku yang harus diikuti oleh anggota
organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarkhi organisasi. Bagi
organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi akan
menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada
anggota organisasi yang lain, sedangkan bagi organisasi yang dikelola oleh seorang
manajer atau pimpinan yang bersifat otokratis yang menerapkan gaya
kepemimpinan “top down”, maka budaya organisasi juga akan berperan untuk
mengkomunikasikan harapan-harapn mereka.

Kepemimpinan yang Efektif
Pemimpin yang efektif merupakan orang-orang dengan motivasi tinggi
dalam memimpin dan mengendalikan organisasi, para pemimpin yang efektif
dengan sukarela akan berusaha mencapai sasaran dan target yang tinggi dengan
menetapkan standar-standar prestasi yang tinggi bagi mereka sendiri. Pemimpin
efektif mempunyai sifat energik, menykai segala sesuatu yang sifatnya menantang
dan menykai permasalahan-permasalahan sulit dan tidak terpecahkan yang muncul
di lingkungan organisasi. Seorang pemimpin efektif akan berusaha mengubah
keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu hal dengan menunjukkan arah yang
harus ditempuh dan membina anggota kelompok kearah penyelesaian hasil
pekerjaan kelompok.
Didalam suatu organisasi terdapat dua pengaruh yang timbul dari hubungan
antara pimpinan dan anggota organisasi, maksudnya terdapat interaksi dan reaksi
timbal balik dari orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin
mempunyai misi atau tujuan yang ingin dicapainya, pemimpin akan berusaha
menter jemahkan misi tersebut dengan mendorong para pengikutnya hingga
mencapai tingkat prestasi yang cukup memuaskan (misi organisasi).
Efektif jika dikaitakan dengan kepemimpinan (leadership) berkaitan
dengan hal-hal apa yang harus dilakukan (what are the things to be
accomplished), sedang efisien dikaitkan dengan manajemen, yang mengukur
bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (how can certain things
be best accomplished).

Kepemimpinan Efektif dalam Pengembangan SDM
Kepemimpinan yang efektif dalam dunia kependidikan memberikan
pengaruh terhadap pengembangan sumber daya manusia dengan cara: 1) offering
intellectual stimulation; pemimpin efektif mendorong refleksi dan tantangan
bawahannya untuk menguji asusmsi tentang pekerjaannya, dan berpikir kembali
bagaimana dapat ditampilkan dengan baik. 2) providing individualized support;
sebagian besar perbaikan memerlukan tingkat keterlibatan individual yang
signifikan, pemimpin yang efektif menunjukkan kepedulian dan perhatian
terhadap kebutuhan dan perasaan karyawan. Pemimpin menyediakan insentif dan
promosi kenaikan jabatan, baik itu kesempatakan mengikuti pendidikan dan
pengawasan yang tepat kearah perbaikan. 3) providing an appropriate model;
kepemimpinan efektif dalam institusi pendidikan dapat dijadikan sebagai contoh
yang konsisten sesuai dengan nilai dan tujuan untuk staf dan lainnya untuk diikuti.

Kepemimpinan Efektif dalam Pengembangan Organisasi
Kepemimpinan dalam organisasi pendidikan menaruh perhatian pada aspek
institusi sebagai mena organisasi dan masyarakat, dengan menaruh perhatian pada
proses internal dan hubungan eksternal. Pemimpin yang efektif memungkin
institusi pendidikan untuk berfungsi sebagai masyarakat pembelajar professional
untuk mendukung dan menopang kinerja seluruh karyawan, termasuk di dalamnya
guru (dosen) dan juga mahasiswa. Dalam mengembangkan organisasi, seorang
pemimpin efektif dapat berfungsi sebagai: 1) strengthening school culture;
pemimpin efektif membantu dalam mengembangkan budaya sekolah (institusi
pendidikan) yang mewujudkan norma, nilai, kepercayaan, dan sikap bersama yang
menggambarkan kepedulian bersama dan kepercayaan diantara pada anggota. 2)
modifying organizational structure; pemimpin dalam institusi pendidikan
melakukan pengawasan dan penyesuaian mengenai struktur organisasi dalam
institusinya, termasuk bagaimana tugas dilaksanakan, penggunaan waktu untuk
menyelesaikannya, pengalokasian perlengkapan, penawaran dan sumber-sumber
lainnya, dan segala prosedur operasional rutin yang ada di dalam institusi.
Pemimpin efektif dalam institusi pendidikan membuat perubahan structural
langsung yang dapat menghasilkan kondisi positif bagi proses belajar dan
membelajarkan.
3) building collaborative processes; pemimpin dalam institusi pendidikan
mempertinggi kinerja dari institusi yang dipimpinnya dengan menyediakan
kesempatan seluruh staf untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
berkaitan dengan isu yang mempengaruhi mereka dimana pengetahuan mereka
sangat penting. Dengan cara ini, pemimpin membantu yang lain untuk membentuk
institusi pendidikan dengan cara menyempurnakan tujuan bersama. 4) managing
the environment; pemimpin efektif bekerja dengan perwakilan yang berasal dari
lingkungan disekitarnya, termasuk orang tua, anggota masyarakat, pemerintah dan
industri, dan lainnya.

Kepemimpinan Efektif dalam Membangun Budaya Organisasi
Seorang pemimpin efektif dalam membangun budaya organisasi yang
dipimpinnya harus berperan menjadi sosok dari budaya yang akan dibangunnya,
pemimpin harus mampu membantu bawahan untuk menciptakan rasa memiliki jati
diri bagi para pekerjanya, seorang pemimpin harus mampu mengembangkan
keikatan pribadi antara karyawan dengan institusi dimana mereka bekerja, rasa
memiliki merupakan modal dasar bagi seorang pemimpin dalam mendorong
karyawan untuk mencapai misi dan tujuan dari organisasi, tanpa adanya ikatan
pribadi (rasa memiliki) karyawan terhadap organisasi, seorang pemimpin akan
kesulitan untuk menterjemahkan visi, misi dan tujuannya dalam memimpin
organisasi. Pemimpin juga harus dapat membatu menciptakan stabilisasi organisasi
sebagai suatu sistem sosial, dimana orang-orang yang ada didalam organisasi
merupakan satu kesatuan sosial yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Seorang pemimpin juga harus mampu menjadi pedoman perilaku, sebagai
hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
Pada dasarnya, untuk membangun budaya organisasi yang kuat memerlukan
waktu yang cukup lama dan bertahap, boleh jadi dalam perjalanannya akan
mengalami pasang surut yang berbeda dari waktu ke waktu. Budaya organisasi
yang kuat memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah mendapatkan usahausaha
produktif karyawan dan membantu setiap orang untuk bekerja mencapai
tujuan-tujuan yang sama.
Budaya organisasi sebagai istilah deskriptif
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.
Asal muasal budaya organisasi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/38/Kampradlectur.jpg/250px-Kampradlectur.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf8/skins/common/images/magnify-clip.png
Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah pendirinya.
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Karakteristik budaya organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
  • Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
  • Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
  • Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  • Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
  • Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
  • Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  • Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya.  Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku.  Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.
Pengaruh budaya
Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:
Dalam definisinya, bersifat samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja... Hingga para pendatang baru mempelajari aturan, mereka tidak diterima sebagai anggota penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau karyawan lini depan membuat publik luas tidak senang dan memberi mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas.
Budaya sebagai beban
Hambatan untuk perubahan
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis
  • Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks.
  • Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
Menciptakan budaya organisasi yang etis
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil.
Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis
Model peran yang visibel
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8d/20061012-6_v101206db-0217jpg-515h.jpg/250px-20061012-6_v101206db-0217jpg-515h.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf8/skins/common/images/magnify-clip.png
Mengomunikasikan harapan yang etis adalah salah satu cara menciptakan budaya organisasi yang etis.
Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil.
Komunikasi harapan etis
Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik organisasi.
Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.
Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.

4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
Referensi:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132310875/Membangun%20Budaya%20Organisasi%20educinfo.pdf
Schein, E. H. (Inggris)Organizational Culture and Leadership, San Fransisco: Jossey-Bass, 1985. hal. 168
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Salemba Empat. Hal.256-266
Schein, E. H. (Inggris)"the Role of the Founder in Creating Organizational Culture," The Leader of the Future, San fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
Schein, E. H. (Inggris)"Leadership and Organizational Culture," The Leader of the Future, San Fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
O'Reilly; Chatman, J; Caldwell, D. F. (Inggris)"People and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to Assessing Person-Organization Fit," Academy of Management Journal, hal. 487-516.
Meyerson, D;Martin, J. "(Inggris)"Cultural Change: An Integration of Three Different Views," Journal of Management Studies, 1987, hal. 623-647.
Yukl, G. (Inggris)Leadership in Organization, Saddle River: Prentice Hall, 2002, hal. 141-174.
Roberts, J. L. (Inggris)"Striking a Hot Match," Newsweek, 24 Januari 2005, hal. 54-55.
Hamm, S. (Inggris)"No Letup-and No Apologies," Business Week, 26 Oktober 1998, hal. 58-64.
O'Reilly, C. A. "Culture as Social Control: Corporations, Cults, and Commitment," Research in Organizational Behavior, Greenwich, CT: JAI Press, 1996, hakl. 157-200.
Deal, T. E. (Inggris)"Culture: A New Look Through Old Lenses," Journal of Applied Behavioral Science, November 1996, hal. 501
Lndsay. (Inggris)"Paradoxes of Organizational Diversity," Proceedings of the 50th Academy of Management Conference, San Fransisco, 1990, hal 374-378.
Victor, B.; Cullen, J. B. (Inggris)"The Organizational Bases of Ethical Work Climates," Administrative Science Quarterly, Maret 1988, hal. 101-125
 http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/perkembangan-pemikiran-organisasi.html