Buntut Krisis Politik Ukraina, Tujuh Negara G-8 Ancam Rusia
Seorang pria memegang poster protes terhadap
intervensi militer Rusia di wilayah Crimea Ukraina, di New York City,
Amerika Serikat, Minggu (2/3). [yahoo/afp]
[WASHINGTON] Tujuh negara ekonomi termaju dunia yang
tergabung dalam G8 (Kelompok 8) mengancam memboikot rencana pertemuan yang akan
berlangsung di Sochi, Rusia, pada Juni 2014.
Hal itu, terkait dengan tindakan Rusia menambah pasukan
tentara di Pangkalan Angkatan Laut, Semenanjung Crimea, yang dinilai semakin
memperkeruh krisis politik di Ukraina dan mengarah pada intervensi militer.
“Kami telah memutuskan untuk sementara waktu menangguhkan
partisipasi kami dalam kegiatan yang terkait dengan persiapan KTT G8 yang
dijadwalkan berlangsung di Sochi pada bulan Juni mendatang, sampai tercipta
kondisi yang memungkinkan bagi G8 untuk melakukan diskusi yang bermakna,”
demikian
pernyataan tujuh negara anggota G8 seperti dikutip AFP.
Pernyataan mengenai ancaman terhadap Rusia itu,
ditandatangani pemimpin negara Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Prancis,
Jepang, Kanada, Italia serta pemimpin Komisi Eropa dan dipublikasikan oleh
Gedung Putih, di Washington, Minggu (2/3).
Dalam pernyataan tersebut, tujuh negara anggota G-8
menegaskan aksi militer yang dilakukan Rusia di Crimea telah melanggar
kedaulatan Ukraina dan tak sejalan dengan komitmen menegakkan demokrasi yang
disepakati Rusia ketika bergabung menjadi anggota G8 pada 1997.
Tindakan Rusia tersebut, juga telah mencoreng perjanjian
perdamaian antara Rusia dengan Ukraina yang dimediasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Terkait dengan itu, tujuh negara anggota G8 mendesak Rusia
tidak melakukan tindakan apapun yang mengarah pada ancaman terhadap territorial
dan integrasi Ukraina.
“Kami menyerukan kepada Rusia untuk mengatasi kekhawatiran
terhadap ancaman keamanan atau hak asasi manusia yang sedang berlangsung di
Crimea melalui upaya negoisasi langsung dengan Ukraina atau melalui mediasi PBB
atau Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa,” bunyi pernyataan itu.
Ketujuh negara anggota G8 juga meminta semua pihak baik di
Ukraina maupun Rusia untuk semaksimal mungkin menahan diri dan mengurangi
tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Mereka juga menyatakan dukungan bagi pemerintahan sementara
Ukraina yang telah terbentuk dan akan membantu Ukraina dalam upaya menjaga
stabilitas politik, keamanan, ekonomi dan kesejahteraan.
“Kami bersatu dalam mendukung kedaulatan Ukraina dan
integritas teritorial, dan haknya untuk memilih masa depannya sendiri,”
demikian pernyataan tujuh negara anggota G8 yang bersumpah akan mendukung
Ukraina menegosiasikan kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF)
untuk mencegah krisis ekonomi.
Membelot
Sementara itu, Kepala Angkatan Laut Ukraina, Laksamana Denys
Berezovsky, membelot terhadap pemerintah interim Ukraina. Dia mengangkat sumpah
di hadapan pemimpin negara bagian Crimea yang pro-Rusia untuk mendukung penolakan
terhadap pemerintahan interim Ukraina dan memperluas otonomi Crimea.
Berezovsky yang baru saja diangkat sebagai Kepala Angkatan
Laut Ukraina, memberikan perintah kepada pasukan angkatan laut Ukraina yang
bertugas di Crimea untuk mengabaikan perintah dari pihak-pihak berwenang di
Ibukota Kiev dan mengumumkan tanggal 2 Maret sebagai hari kelahiran Angkatan
Laut Republik Otonom Crimea.
Pemerintah interim Ukraina menilai Berezovsky
sebagai pembelot dan menempatkannya dalam penyelidikan terkait pengkhianatan
terhadap negara. Berezovsky juga dipecat oleh Menteri Pertahanan interim
Ukraina, Ihor Tenyukh. (http://www.suarapembaruan.com/home/buntut-krisis-politik-ukraina-tujuh-negara-g-8-ancam-rusia/50440)