Imbalan atau kompensasi adalah faktor penting
yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu
organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya. Perusahaan harus cukup
kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan,
dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi.
Sebagai seorang pegawai/karyawan yang bekerja disebuah organisasi, baik
diperusahaan swasta maupun instansi pemerintah, tentunya berharap akan
memperoleh penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhannya yang paling dasar
atau primer yaitu kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk hidup terus seperti
kebutuhan akan sandang, pangan dan perumahan maupun untuk berprestasi,
afiliasi, kekuatan atau aktualisasi diri.
Berdasarkan pendapat para ahli masalah Sumber
Daya Manusia, telah dikemukakan pengertian tentang imbalan/kompensasi,
diantaranya Menurut Ivancevich (1998) Compensation is the
Human Resources
Management function that deals with every
type of reward individuals receive in exchange for performing organization
tasks. Kompensasi adalah fungsi manajemen
sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk penghargaan
yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai sebagai imbalan dari pelaksanaan
tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.
Faktor-faktor Dalam Menentukan Pemberian
Imbalan
Menurut Gary Dessler (1998) didalam
menentukan rumusan rencana tarif upah, terdapat empat faktor yang harus menjadi
pertimbangan, yakni faktor hukum, serikat buruh, kebijakan dan keadilan. Faktor
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan masalah tarif upah, antara lain :
1. Davis Bacon Act 1931 (Undang-undang Davis
Bacon)
Undang-undang yang
diberlaku pada tahun 1931 yang menetapkan tarif upah untuk para pekerja yang
dipekerjakan oleh kontraktor yang bekerja untu pemerintah federal.
2. Wals-Healey Public Contract Act 1936
(Undang-undang Kontrak Publik Walshealey)
Undang-undang yang
diberlakukan pada tahun 1936 yang menuntut upah minimum dan kondisi kerja bagi
karyawan yang bekerja pada kontrak pemerintah mana saja sejumlah lebih dari
$10.000. Undang-undang ini berisi ketentuan upah minimum, jam maksimum, serta
keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Fair labor Standards Act 1938
(Undang-undang Standar Kerja yang Adil).
Undang-undang ini
mengatur upah minimum, jam maksimum, pembayaran waktu lembur, pembayaran yang
adil, penyimpanan catatan, dan ketentuan tenaga kerja anak, pekerja pertanian,
serta mereka yang dipekerjakan oleh pengecer besar tertentu dan perusahaan
jasa.
4. Equal Pay Act 1963 (Undang-undang
Pembayaran yang sama)
Merupakan
undang-undang standar kerja yang adil, menetapkan bahwa karyawan dari satu
jenis kelamin tidak boleh dibayar dengan tarif lebih rendah dari yang
dibayarkan pada jenis kelamin lain untuk melakukan pekerjaan yang pada dasarnya
sama. Khususnya jika pekerjaan itu menuntut keterampilan, usaha, dan tanggung
jawab dan dijalankan dibawah kondisi kerja yang sama, karyawan dari kedua jenis
kelamin harus dibayar sama kecuali kalau pembayaran itu didasarkan pada sistem
senioritas, sistem jasa, kuantitas atau kualitas produksi, atau faktor apa saja
selain jenis kelamin.
5. Civil Rights Act 1964 (Undang-undang Hak
Sipil)
Undang-undang ini
mengatur praktik employment yang dilakukan seorang majikan dengan
mendiskriminasi individu mana saja sehubungan dengan penerimaan tenaga kerja,
kompensasi, persyaratan, kondisi, atau hak istimewa employment karena ras,
warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negeri asal.
6. Employee Retirement Income Security Act
1974 (Undang- undang
Keamanan Pendapatan
Pensiun Karyawan). Undang-undang yang memberikan perlindungan pemerintah atas
pensiun untuk semua karyawan dengan rencana pensiun perusahaan. Juga mengatur
hak-hak tetap
karyawan yang keluar sebelum pensiun bisa
mengklaim kompensasi dari rencana pensiun.
7. The Tax Reform Act of 1986 (Undang-undang
Reformasi Pajak)
Undang-undang ini
mengatur tarif pajak individual, sehingga mempengaruhi peningkatan tunjangan
karyawan rakyat jelata, sementara pengurangan tunjangan yang tinggi bagi karyawan
yang mendapat imbalan tinggi.
Selanjutnya faktor
kebijakan kompensasi yang menjadi garis pedoman kompensasi yang penting bagi
perusahaan, apakah akan menjadi pemimpin atau pengikut dalam hal yang
menyangkut imbalan. Kemudian faktor kebutuhan akan keadilan dalam penentuan
tarif imbalan, khususnya keadilan internal dan eksternal. Secara eksternal,
pembayaran harus sebanding dengan tarif dalam organisasi lain, sedangkan secara
internal, masing-masing karyawan hendaknya memandang pembayarannya sebagai sama
dengan tarif pembayaran lain yang ada didalam organisasi.
Menurut Gomez, et.all
(1995), External equity refers to the perceifed fairness of pay
relative to what other employees are paying for the same type of labor. To
achieve external equity, they use salary data on benchmark or key jobs
obstained from market surveys to set a pay policy(Keadilan eksternal
merujuk kepada adanya kesesuaian imbalan yang diterima karyawan
pada suatu perusahaan dengan karyawan pada perusahaan lain untuk
jenis pekerjaan yang sama. Untuk mencapai keadilan eksternal
tersebut perusahaan dapat menggunakan data upah dari benchmark atau
melaksanakan surveypasar pada jenis pekerjaan dan ukuran perusahaan
yang relatif sama untuk menentukan kebijakan upah). Kebijakan
tingkat imbalan eksternal dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan
suplai tenaga kerja, pasar produk, karakteristik industri, kemampuan
untuk memberikan gaji.
Bentuk-Bentuk Imbalan
Menurut Leap and Crino (1993) Compensation
can be direct where money is placed into the hands of the employee, or
indirect, where the employee receive compensation in nonmonetary forms or has
little discreation as how the compensation will be spent (Kompensasi
dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang kepada karyawan,
atau tidak langsung, dimana karyawan menerimakompensasi/imbalan tidak dalam
bentuk uang atau sedikit perbedaan bagaimana kompensasi tersebut
digunakan). Selanjutnya imbalan dapat diberikan kepada karyawan
dalam empat (4) macam, yakni :
a. Upah (wages) dan gaji (salary)
Merupakan bentuk
pembayaran yang biasanya diberikan berdasarkan jumlah jam kerja (hourly
rates of pay), semakin banyak jam kerja semakin besar upah yang diterima.
Sedangkan gaji besarnya tetap tanpa mempertimbangkan jam kerja (fixed rates
of pay).
b. Program Insentif (Incentive programs)
Imbalan yang diterima
karyawan selain gaji dan upah, antara lain dalam bentuk insentif, yang biasanya
diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan perusahaan, baik dalam mencapai
tingkat penjualan, tingkat keuntungan atau tingkat produktivitas. Pemberian
insentif ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan merupakan bentuk
penghargaan atas prestasi kerja telah dicapai oleh karyawan.
c. Employee Benefit Programs
Merupakan imbalan
tidak langsung yang diberikan perusahaan kepada karyawan, seperti program
asuransi (jiwa dan kesehatan), program pensiun, biaya liburan dan lain
sebagainya.
d. Perqusites
Umumnya hanya diberikan
kepada karyawan yang menduduki level cukup tinggi, dalam bentuk fasilitasi yang
diberikan perusahaan, seperti kendaraan dinas, perumahan, keanggotaan klub olah
raga, biaya perjalanan dinas, dan bentuk-bentuk fasilitas lainnya.
Pengaruh imbalan terhadap perilaku dan
prestasi
Diyakini imbalan dapat memotivasi prestasi,
megurangi perputaran tenaga kerja, megurangi kemangkiran dan menarik pencari
kerja yang berkualitas ke dalam organisasi. Oleh karenanya imbalan dapat
dipakai sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat motivasi pada suatu
tingkat perilaku dan prestasi dan dorongan pemilihan orgainisasi sebagai tempat
bekerja. Sebagai tambahan imbalan juga dapat memenuhi hubungan kerja.
Peran imbalan uang terhadap prestasi
Peran imbalan financial terhadap
perilaku pekerja dalam organisasi :
1. Bahwa uang harus mempertimbangkan sebagai
tujuan orang bekerja yang mampu memenuhi kekuaranag kebutuhannya.
2. Uang dapat menjadi sumber ketidakpuasan
yang potensial jika jumlahnya jauh dari yang diahrpak tetapi tidak dapat
berfungsi sebagai faktor pemuas.
3. Uang dapat dipandang sebagai alat untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Lawler
mengdentifikasi keondisi yang diperluakn sebgai alat motivasi prestasi individu
yang kuat :
1. Pekerja harus memiliki keyakian yang
kauat, prestasi yang baik,akan menghasilkan pembayaran yang tinggi.
2. Persepsi negatif tentang prestasi yang
abiak harus dihilangkan.
3. harus diciptakan adanya suatu lingkungan
bahwa prestasi juga berkaita dengan imbalan yang laian diluar finansial,
seperti pengahargaan, penagkuan, dan pengembangan karier.
Hukuman
Hukuman adalah vonis dari pengadilan terhadap
seseorang yang terbukti bersalah (Purwadarminta, kamus umum bahasa
Indonesia:1991). Pembentukan disiplin diri merupakan suatu proses yang harus
dimulai sejak masa kanak-kanak. Oleh karena itu pendidikan disiplin
pertama-tama sudah dimulai dari keluarga (orang tua). Dalam kehidupan
masyarakat secara umum, metode yang paling sering digunakan untuk
mendisiplinkan warganya adalah dengan pemberian hukuman.
Hal yang sama dilakukan juga oleh sebagian
besar orang tua ataupun guru dalam mendidik anak-anak atau muridnya.
Kerugiannya adalah disiplin yang tercipta merupakan disiplin jangka pendek,
artinya anak hanya menurutinya sebagai tuntutan sesaat, sehingga seringkali tidak
tercipta disiplin diri pada mereka. Hal tersebut disebabkan karena dengan
hukuman anak lebih banyak mengingat hal-hal negatif yang tidak boleh dilakukan,
daripada hal-hal positif yang seharusnya dilakukan.
Dampak lain dari penggunaan hukuman adalah
perasaan tidak nyaman pada anak karena harus menanggung hukuman yang diberikan
orang tuanya jika ia melanggar batasan yang ditetapkan. Tidak mengherankan jika
banyak anak memiliki persepsi bahwa disiplin itu adalah identik dengan
penderitaan. Persepsi tersebut bukan hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga
seringkali dialami oleh orang tua mereka. Akibatnya tidak sedikit orang tua
membiarkan anak-anak “bahagia” tanpa disiplin. Tentu saja hal ini merupakan
suatu kekeliruan besar, karena di masa-masa perkembangan berikutnya maka
individu tersebut akan mengalami berbagai masalah dan kebingungan karena tidak
mengenal aturan bagi dirinya sendiri.
Tujuan
Pemberian Hukuman
Alasan menentang penggunaan
hukuman: pertama, tujuan hukuman diasumsikan untuk mengurangi terjadinya
perillaku yang mejai sebab dihukum. Tetapi kalau cukup keras dan diterapkan
melebihi rentang waktu tertentu, hal ini juga menekan timbulnya prilaku yang
diinginkan. Kedua, beberapa mengansumsikan bahwa penggunaan hukuman akan
menghasilkan akibat lain yang tidak diinginkan (seperti: kekawatiran,
agresifitas,). Mereka yang dihukum mungkin mencoba lari atau menghindar
(seperti membols keluar) atau menunjukkan sikap permusuhan seperti sabotase
terhdap manajemen. Ketiga akibat hukuman yang hanya bersifat sementara seksli
ancaman hukuman hlang respon yang tidak diinginkan akan kembali muncul. Jadi
ancaman hukuman harus selalu ada atau digunakan. Hukuman bias memberikan
hasilnya hal ini dapat menghasilkan penguat yang positif bagi manajer untuk melanjutkan
penggunaannya. Keempat, mealui pengamatan hukuman dapat menghasilakn respon
negative dari rekan kerja dari orang yang dihukum. Kondisi penyampain hukuman
yang digunakan agar ebih efisien. Beberapa kondisi penyampaian hukuman dapat
membuat penggunanya menjadi memungkinkan dan lebih efektif
Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi
Hasil penelitian ini
membuktikan menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasan
kerja terhadap komitmen organisasi. Artinya semakin tinggi nilai kepuasan
seorang karyawan maka semakin tinggi pula komitmen karyawan
tersebut. Suatu organisasi di mana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan
sebagai seorang anggota keluarga besar organisasi, akan merupakan dorongan yang
sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pada gilirannya komitmen
organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif,
seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama
baik organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada
bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui
musyawarah dan sebagainya.
Penelitian yang menggunakan variabel kepuasan
kerja pernah diteliti oleh Anita Rahmawati mengenai hubungan antara kepuasan
kerja dengan komitmen organisasi menunjukkan hasil yang sangat signifikan dan
mengemukakan bahwa munculnya kepuasan kerja pada karyawan di dukung oleh adanya
imbalan yang diterima secara layak.
Untuk menumbuhkan komitmen organisasi ada 3
aspek utama yang harus dimiliki yaitu : identifikasi, keterlibatan dan
loyalitas pegawai terhadap organisasi. Identifikasi yaitu membentuk kepercayaan
pegawai dalam terhadap organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memodifikasi
tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai
ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan
pegawai dalam tujuan organisasinya.
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam
aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan
pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan
pimpinan maupun sesama teman kerja. Loyalitas pegawai terhadap organisasi
memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan
organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa
mengharapkan apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith dan John W. Newstrom. 2003. Perilaku
dalam Organisasi : Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Donnelly. Gibson and Ivancevich.1990. Organisasi
(Perilaku, Struktur, Proses) Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kinicky, Angelo dan
Robert Kreitner. 2005. Perilaku Organisasi: buku 2. Jakarta: Salemba
Empat.
http://wendycapruk.blogspot.com/2011/01/pengertian-penghargaan-dan-hukuman.html
http://www.geocities.ws/guruvalah/imbalan2a.pdf
http://belamy19.blogspot.com/2013/05/imbalan-dan-hukuman-dalam-organisasi.html
http://tryisnumberone.blogspot.com/2013/05/imbalan-dan-hukuman-dalam-organisasi.html
No comments:
Post a Comment