Wednesday, 23 January 2013

KEPEMIMPINAN


TOKOH EKONOMI INDONESIA
Perkembangan perekonomian di Indonesia tak lepas dari peran para pemikir
ekonomi Indonesia. Para pemikir tersebut ahli di berbagai bidang. Negara kita
memiliki banyak tokoh ekonomi yang terkenal. Begitu banyaknya tokoh ekonomi
Indonesia, maka dalam diktat ini hanya akan membahas beberapa tokoh ekonomi.
Di antaranya, Mohammad Hatta, Widjojo Nitisastro, Sumitro Djojohadikusumo,
Sjahrir, Mubyarto, dan Boediono.

1. Biografi Boediono
Prof. Dr. Boediono M.Ec dilahirkan pada 25 februari 1943 di Blitar
Jawa  Timur.  Prof.  Dr. Boediono merupakan  Wakil
Presiden Indonesia yang menjabat sejak 20 Oktober 2009. Ia terpilih 19
dalam  pemilihan presiden 2009 bersama pasangannya, presiden yang
sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelumnya ia pernah
menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan dan
Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas, dan Direktur Bank
Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur). Saat ini ia juga mengajar di
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada sebagai Guru Besar.  Oleh
relasi dan orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya ia
dijuluki The man to get the job done.
Boediono pertama kali diangkat menjadi  menteri pada
tahun 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika
terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke
Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.
Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada
tahun 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli.
Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa
Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri
kerja sama dengan lembaga tersebut. Oleh Business Week, ia dipandang
sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet
tersebut. Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator
Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jaktidijuluki 'The Dream Team'
karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas
makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis
Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran
Rp 9.000 per dolar AS.
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden,
banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam
jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Menurut
laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono
untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali 20
mengajar. Saat Presiden Susilo  Bambang Yudhoyono melakukan
perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono
diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator
bidang Perekonomian. Indikasi Boediono akan menggantikan Aburizal
Bakrie direspon sangat positif oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan
menguatnya IHSG serta mata uang rupiah. Kurs rupiah menguat hingga
dibawah Rp 10.000 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen)
dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100. Ini karena
Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum
didukung pemulihan sektor riil dan moneter.
Pada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono
sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah.
Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh Burhanuddin Abdullah,
Menkeu Sri Mulyani, Kamar Dagang Industri atau Kadin, serta seluruh
anggota DPR kecuali fraksi PDIP.

2. Pemikiran Boediono
a. Teori ekonomi moneter
Ekonomi moneter merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang
mempelajari fungsi dan pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi.

b. Teori ekonomi makro
Ilmu ekonomi dipelajari karena berguna untuk memberikan
petunjuk mengenai kebijaksanaan apa yang bias diambil untuk
menanggulangi suatu permasalahan tertentu. Ekonomi makro sebagai
cabang ilmu ekonomi yang berkaitan dengan permasalahan kebijakan
makro.

c. Teori ekonomi mikro
Ekonomi mikro mempelajari ruang lingkup kecil dalam
perekonomian seperti perusahaan dan rumah tangga. Dalam 21
perusahaan ataupun rumah tangga pasti terdapat tiga macam kegiatan
ekonomi yaitu: kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.

3. Kebijakan-Kebijakan Yang Boediono Terapkan di Indonesia
a. Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara dan Perbankan
Syariah berhasil diwujudkan ketika Boediono menjabat Menteri
Koordinator Perekonomian pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono.
b. Saat  Boediono menjabat sebagai Gurbenur Bank Indonesia ratio
utang Negara kita turun drastic dari 100% di tahun 1999 kemudian
56% ditahun 2004 dan tinggal 30-35% di tahun 2009.

c. Boediono memiliki peran penting dalam proses keluarnya kebijakan
pemerintah terkait penyelesaian BLBI. Pasalnya, Boediono saat itu
merupakan menteri keuangan pemerintahan Megawati yang tahu
betul tata cara penyelesaian utang bagi para obligor BLBI.

d. Kinerja Boediono di pemerintahan Megawati cukup mengesankan
dalam menstabilkan perekonomian Indonesia yang kacau kala itu.
Boediono yang masuk kembali ke pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono pasca-reshuffle kabinet juga dinilai berhasil
menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sempat mengalami
kemunduran dalam 2 tahun pertama Kabinet Indonesia Bersatu prareshuffle.

Opini Bebas untuk Kekurangan dan Kelebihan Boediono
Dalam Opini Bebas untuk Kekurangan dan Kelebihan Boediono dari Opini Bebas berikut disebutkan bahwa dengan memilih Boediono, dan bukan calon wakil presiden dari koalisi partai pendukungnya, Susilo Bambang Yudhoyono seakan-akan ingin menyampaikan beberapa hal. Meskipun tak diucapkan secara gamblang, SBY yang serba terukur itu meletakkan kualitas dan prestasi seseorang di atas kepentingan membangun koalisi. Hal terpenting, ini penghargaan terhadap meritokrasi, meskipun ”ongkos politik”-nya tak sedikit. Partai Keadilan Sejahtera, mitra koalisi Partai Demokrat, hampir saja membatalkan dukungan. Partai Amanat Nasional akhirnya urung bergabung selain akibat konflik internal di dalam partai matahari itu.
Pemihakan Yudhoyono terhadap meritokrasi ini kelihatan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Tentu kemenangan besar Partai Demokrat, yang menghasilkan tiket pencalonan presiden tanpa perlu dukungan partai lain, membuat SBY lebih percaya diri mengendalikan resistensi itu. Hal lain yang juga penting, Yudhoyono menganggap tantangan lima tahun mendatang lebih banyak datang dari sektor ekonomi. Anggapan ini sangat logis. Reformasi ekonomi masih jauh dari selesai. Angka kemiskinan masih cukup tinggi. Dampak krisis global akan terus berlanjut. Boediono, seorang teknokrat dan ekonom, mempunyai kemampuan menjawab tantangan itu modal berharga untuk menambal kelemahan yang justru kentara pada diri SBY.
Doktor ekonomi bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat, itu sudah pula membuktikan kemampuannya di bidang moneter. Sudah dua kali ia berhasil ”menaklukkan” inflasi, musuh terbesar ekonomi Indonesia. Pada masa pemerintahan Megawati, sebagai Menteri Keuangan ia berhasil menurunkan inflasi dari 13 persen menjadi hanya lima persen. Pada 2005, sebagai Menteri Koordinator Perekonomian pemerintahan SBY, ia sukses memotong inflasi sampai separuh dari angka 17 persen. Rupiah menjadi lebih ”berotot”. Fondasi pertumbuhan ekonomi pun semakin kuat. Hanya satu catatan ”merah” untuk guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini ketika menjabat Direktur Bank Indonesia: ia dianggap ikut menyetujui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada konglomerat pemilik bank pada 1997. Tiga direktur Bank Indonesia diadili dalam kasus ini. Di luar BLBI, kritik yang sering mampir ke alamat Boediono, termasuk dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, ia dinilai terlalu lamban.
Yudhoyono agaknya menganggap nilai plus Boediono jauh lebih banyak. Itu sebabnya SBY seolah tak menggubris segala tudingan baik yang diteriakkan dari jalanan maupun oleh partai politik bahwa Boediono adalah penganut neoliberalisme dan antek asing. Tudingan itu kelihatan kurang memiliki dasar yang kukuh. Boediono, misalnya, ikut berperan dalam pengucuran Bantuan Langsung Tunai, tindakan yang dalam paham neoliberal dianggap intervensi serius terhadap ekonomi domestik. Tak adil juga menempelkan gelar antek asing untuk Boediono, yang justru membebaskan ekonomi kita dari utang Dana Moneter Internasional (IMF).
Kalau SBY kembali memerintah, tantangan politik memang tidak seserius bidang ekonomi, walau tak bisa diremehkan. Besar kemungkinan di Senayan akan hadir koalisi ”oposisi” Partai Golkar-PDI Perjuangan-Hanura-Gerindra. Kemampuan komunikasi politik Boediono perlu dipoles, walaupun selama ini ia intens berkomunikasi dengan DPR melalui rapat kerja atau forum lainnya. Tentu perimbangan kekuatan politik di Senayan nanti akan menguntungkan pasangan SBY-Boediono. Partai Demokrat dan koalisinya Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan menduduki 314 kursi atau 56 persen kursi DPR. Dengan kekuatan itu, pemerintah tak perlu khawatir program-programnya bakal diganjal ”oposisi” di DPR. Tapi, demi efektivitas kerja, Boediono akan lebih bermanfaat bila difungsikan penuh di bidang ekonomi. Hubungan dengan DPR, terutama partai ”oposisi”, bisa saja dikerjakan oleh menteri sekretaris kabinet misalnya.
Kans pasangan ”SBY-Berbudi” ini diyakini paling besar. Tapi, bila tuduhan miring pada Boediono tak dikelola dengan baik, dukungan suara bisa terkuras. Kampanye menyerang Boediono pasti akan semakin ramai seiring dengan semakin dekatnya pemilu. Dengan kemenangan besar Partai Demokrat dalam pemilu legislatif, juga tingginya elektabilitas SBY menurut survei, Boediono dianggap sasaran tembak untuk mengurangi pamor pasangan itu. Apalagi dua pasangan pesaing Jusuf Kalla-Wiranto dengan semboyan ”JK Win”, atau Megawati-Prabowo alias ”Mega-Pro” sangat bersemangat berkampanye tentang ekonomi kerakyatan. Dahinya tak menghitam, ia pun tak memelihara janggut, tapi banyak yang menyatakan ia sangat ”islami” dalam bertindak dan berkata-kata. Dengan prestasi yang sudah disumbangkan, Boediono layak mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama dengan calon lain. Selanjutnya, terserah Anda di bilik suara nanti.

daftar pustaka:
http://biografi.rumus.web.id/biografi-boediono/
http://opinibebas.wordpress.com/2009/05/18/opini-bebas-untuk-kekurangan-dan-kelebihan-boediono/

No comments:

Post a Comment