TOKOH EKONOMI
INDONESIA
Perkembangan perekonomian di
Indonesia tak lepas dari peran para pemikir
ekonomi Indonesia. Para pemikir
tersebut ahli di berbagai bidang. Negara kita
memiliki banyak tokoh ekonomi
yang terkenal. Begitu banyaknya tokoh ekonomi
Indonesia, maka dalam diktat ini
hanya akan membahas beberapa tokoh ekonomi.
Di antaranya, Mohammad Hatta,
Widjojo Nitisastro, Sumitro Djojohadikusumo,
Sjahrir, Mubyarto, dan Boediono.
1. Biografi Boediono
Prof. Dr. Boediono M.Ec
dilahirkan pada 25 februari 1943 di Blitar
Jawa Timur.
Prof. Dr. Boediono merupakan Wakil
Presiden Indonesia yang menjabat
sejak 20 Oktober 2009. Ia terpilih 19
dalam pemilihan presiden 2009 bersama pasangannya,
presiden yang
sedang menjabat, Susilo Bambang
Yudhoyono. Sebelumnya ia pernah
menjabat sebagai Gubernur Bank
Indonesia, Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Menteri Keuangan,
Menteri Negara Perencanaan dan
Pembangunan Nasional atau Kepala
Bappenas, dan Direktur Bank
Indonesia (sekarang setara Deputi
Gubernur). Saat ini ia juga mengajar di
Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada sebagai Guru Besar. Oleh
relasi dan orang-orang yang
seringkali berinteraksi dengannya ia
dijuluki The man to get the job
done.
Boediono pertama kali diangkat
menjadi menteri pada
tahun 1998 dalam Kabinet
Reformasi Pembangunan sebagai Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional. Setahun kemudian, ketika
terjadi peralihan kabinet dan
kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke
Abdurrahman Wahid, ia digantikan
oleh Kwik Kian Gie.
Ia kembali diangkat sebagai
Menteri Keuangan pada
tahun 2001 dalam Kabinet Gotong
Royong menggantikan Rizal Ramli.
Sebagai Menteri Keuangan dalam
Kabinet Gotong Royong, ia membawa
Indonesia lepas dari bantuan Dana
Moneter Internasional dan mengakhiri
kerja sama dengan lembaga
tersebut. Oleh Business Week, ia dipandang
sebagai salah seorang menteri
yang paling berprestasi dalam kabinet
tersebut. Di kabinet tersebut, ia
bersama Menteri Koordinator
Perekonomian Dorodjatun
Kuntjoro-Jaktidijuluki 'The Dream Team'
karena mereka dinilai berhasil
menguatkan stabilitas
makroekonomi Indonesia yang belum
sepenuhnya pulih dari Krisis
Moneter 1998. Ia juga berhasil
menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran
Rp 9.000 per dolar AS.
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono
terpilih sebagai presiden,
banyak orang yang mengira bahwa
Boediono akan dipertahankan dalam
jabatannya, namun posisinya
ternyata ditempati Jusuf Anwar. Menurut
laporan, Boediono sebenarnya
telah diminta oleh Presiden Yudhoyono
untuk bertahan, namun ia memilih
untuk beristirahat dan kembali 20
mengajar. Saat Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono melakukan
perombakan (reshuffle) kabinet
pada 5 Desember 2005, Boediono
diangkat menggantikan Aburizal
Bakrie menjadi Menteri Koordinator
bidang Perekonomian. Indikasi
Boediono akan menggantikan Aburizal
Bakrie direspon sangat positif
oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan
menguatnya IHSG serta mata uang
rupiah. Kurs rupiah menguat hingga
dibawah Rp 10.000 per dolar AS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di BEJ juga ditutup menguat
hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen)
dan berada di posisi 1.119,417,
berhasil menembus level 1.100. Ini karena
Boediono dinilai mampu mengelola
makro-ekonomi yang kala itu belum
didukung pemulihan sektor riil
dan moneter.
Pada tanggal 9 April 2008, DPR
mengesahkan Boediono
sebagai Gubernur Bank Indonesia,
menggantikan Burhanuddin Abdullah.
Ia merupakan calon tunggal yang
diusulkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan pengangkatannya
didukung oleh Burhanuddin Abdullah,
Menkeu Sri Mulyani, Kamar Dagang
Industri atau Kadin, serta seluruh
anggota DPR kecuali fraksi PDIP.
2.
Pemikiran Boediono
a. Teori ekonomi moneter
Ekonomi moneter merupakan bagian
dari ilmu ekonomi yang
mempelajari fungsi dan pengaruh
uang terhadap kegiatan ekonomi.
b. Teori ekonomi makro
Ilmu ekonomi dipelajari karena
berguna untuk memberikan
petunjuk mengenai kebijaksanaan
apa yang bias diambil untuk
menanggulangi suatu permasalahan
tertentu. Ekonomi makro sebagai
cabang ilmu ekonomi yang berkaitan
dengan permasalahan kebijakan
makro.
c. Teori ekonomi mikro
Ekonomi mikro mempelajari ruang
lingkup kecil dalam
perekonomian seperti perusahaan
dan rumah tangga. Dalam 21
perusahaan ataupun rumah tangga
pasti terdapat tiga macam kegiatan
ekonomi yaitu: kegiatan produksi,
konsumsi, dan distribusi.
3.
Kebijakan-Kebijakan Yang Boediono Terapkan di Indonesia
a. Undang-Undang Surat Berharga
Syariah Negara dan Perbankan
Syariah berhasil diwujudkan
ketika Boediono menjabat Menteri
Koordinator Perekonomian
pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono.
b. Saat Boediono menjabat sebagai Gurbenur Bank
Indonesia ratio
utang Negara kita turun drastic
dari 100% di tahun 1999 kemudian
56% ditahun 2004 dan tinggal
30-35% di tahun 2009.
c. Boediono memiliki peran
penting dalam proses keluarnya kebijakan
pemerintah terkait penyelesaian
BLBI. Pasalnya, Boediono saat itu
merupakan menteri keuangan
pemerintahan Megawati yang tahu
betul tata cara penyelesaian
utang bagi para obligor BLBI.
d. Kinerja Boediono di
pemerintahan Megawati cukup mengesankan
dalam menstabilkan perekonomian
Indonesia yang kacau kala itu.
Boediono yang masuk kembali ke
pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono pasca-reshuffle kabinet
juga dinilai berhasil
menyelamatkan perekonomian
Indonesia yang sempat mengalami
kemunduran dalam 2 tahun pertama
Kabinet Indonesia Bersatu prareshuffle.
Opini Bebas untuk Kekurangan dan
Kelebihan Boediono
Dalam Opini Bebas untuk
Kekurangan dan Kelebihan Boediono dari Opini Bebas berikut disebutkan bahwa
dengan memilih Boediono, dan bukan calon wakil presiden dari koalisi partai
pendukungnya, Susilo Bambang Yudhoyono seakan-akan ingin menyampaikan beberapa
hal. Meskipun tak diucapkan secara gamblang, SBY yang serba terukur itu
meletakkan kualitas dan prestasi seseorang di atas kepentingan membangun
koalisi. Hal terpenting, ini penghargaan terhadap meritokrasi, meskipun ”ongkos
politik”-nya tak sedikit. Partai Keadilan Sejahtera, mitra koalisi Partai
Demokrat, hampir saja membatalkan dukungan. Partai Amanat Nasional akhirnya
urung bergabung selain akibat konflik internal di dalam partai matahari itu.
Pemihakan Yudhoyono terhadap
meritokrasi ini kelihatan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Tentu
kemenangan besar Partai Demokrat, yang menghasilkan tiket pencalonan presiden
tanpa perlu dukungan partai lain, membuat SBY lebih percaya diri mengendalikan resistensi
itu. Hal lain yang juga penting, Yudhoyono menganggap tantangan lima tahun
mendatang lebih banyak datang dari sektor ekonomi. Anggapan ini sangat logis.
Reformasi ekonomi masih jauh dari selesai. Angka kemiskinan masih cukup tinggi.
Dampak krisis global akan terus berlanjut. Boediono, seorang teknokrat dan
ekonom, mempunyai kemampuan menjawab tantangan itu modal berharga untuk
menambal kelemahan yang justru kentara pada diri SBY.
Doktor ekonomi bisnis lulusan
Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat, itu sudah pula
membuktikan kemampuannya di bidang moneter. Sudah dua kali ia berhasil
”menaklukkan” inflasi, musuh terbesar ekonomi Indonesia. Pada masa pemerintahan
Megawati, sebagai Menteri Keuangan ia berhasil menurunkan inflasi dari 13
persen menjadi hanya lima persen. Pada 2005, sebagai Menteri Koordinator
Perekonomian pemerintahan SBY, ia sukses memotong inflasi sampai separuh dari
angka 17 persen. Rupiah menjadi lebih ”berotot”. Fondasi pertumbuhan ekonomi
pun semakin kuat. Hanya satu catatan ”merah” untuk guru besar Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada ini ketika menjabat Direktur Bank Indonesia: ia
dianggap ikut menyetujui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada konglomerat
pemilik bank pada 1997. Tiga direktur Bank Indonesia diadili dalam kasus ini.
Di luar BLBI, kritik yang sering mampir ke alamat Boediono, termasuk dari Wakil
Presiden Jusuf Kalla, ia dinilai terlalu lamban.
Yudhoyono agaknya menganggap
nilai plus Boediono jauh lebih banyak. Itu sebabnya SBY seolah tak menggubris
segala tudingan baik yang diteriakkan dari jalanan maupun oleh partai politik
bahwa Boediono adalah penganut neoliberalisme dan antek asing. Tudingan itu
kelihatan kurang memiliki dasar yang kukuh. Boediono, misalnya, ikut berperan
dalam pengucuran Bantuan Langsung Tunai, tindakan yang dalam paham neoliberal
dianggap intervensi serius terhadap ekonomi domestik. Tak adil juga menempelkan
gelar antek asing untuk Boediono, yang justru membebaskan ekonomi kita dari
utang Dana Moneter Internasional (IMF).
Kalau SBY kembali memerintah,
tantangan politik memang tidak seserius bidang ekonomi, walau tak bisa
diremehkan. Besar kemungkinan di Senayan akan hadir koalisi ”oposisi” Partai
Golkar-PDI Perjuangan-Hanura-Gerindra. Kemampuan komunikasi politik Boediono
perlu dipoles, walaupun selama ini ia intens berkomunikasi dengan DPR melalui
rapat kerja atau forum lainnya. Tentu perimbangan kekuatan politik di Senayan
nanti akan menguntungkan pasangan SBY-Boediono. Partai Demokrat dan koalisinya
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan
Pembangunan menduduki 314 kursi atau 56 persen kursi DPR. Dengan kekuatan itu,
pemerintah tak perlu khawatir program-programnya bakal diganjal ”oposisi” di
DPR. Tapi, demi efektivitas kerja, Boediono akan lebih bermanfaat bila
difungsikan penuh di bidang ekonomi. Hubungan dengan DPR, terutama partai
”oposisi”, bisa saja dikerjakan oleh menteri sekretaris kabinet misalnya.
Kans pasangan ”SBY-Berbudi” ini
diyakini paling besar. Tapi, bila tuduhan miring pada Boediono tak dikelola
dengan baik, dukungan suara bisa terkuras. Kampanye menyerang Boediono pasti
akan semakin ramai seiring dengan semakin dekatnya pemilu. Dengan kemenangan
besar Partai Demokrat dalam pemilu legislatif, juga tingginya elektabilitas SBY
menurut survei, Boediono dianggap sasaran tembak untuk mengurangi pamor
pasangan itu. Apalagi dua pasangan pesaing Jusuf Kalla-Wiranto dengan semboyan
”JK Win”, atau Megawati-Prabowo alias ”Mega-Pro” sangat bersemangat berkampanye
tentang ekonomi kerakyatan. Dahinya tak menghitam, ia pun tak memelihara
janggut, tapi banyak yang menyatakan ia sangat ”islami” dalam bertindak dan
berkata-kata. Dengan prestasi yang sudah disumbangkan, Boediono layak mendapat
perlakuan dan kesempatan yang sama dengan calon lain. Selanjutnya, terserah
Anda di bilik suara nanti.
daftar pustaka:
http://biografi.rumus.web.id/biografi-boediono/
http://opinibebas.wordpress.com/2009/05/18/opini-bebas-untuk-kekurangan-dan-kelebihan-boediono/