BAB I
PENDAHULUAN
1.1) LATAR BELAKANG
Kemajuan-kemajuan di
bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek
kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai
suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatanikatan tertentu atau syarat-syarat
tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk
ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar ukuran
suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas
ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas
komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang
dan sebagainya.
Kompleksitas lain
adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan
dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas
seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan
status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat
merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama
konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar
belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan
motivasi mereka dalam bekerja.
Seorang pimpinan yang
ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktorfaktor apa saja yang
menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik
antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok.
Pemahaman faktor-faktor
tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik
yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1)
Pengertian Konflik
Konflik adalah suatu proses antara dua
orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan cara menghancurkannya atau membuatnya menjadi tidak berdaya.
Konflik itu sendiri merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat maupun yang tidak pernah mengalami konflik
antar anggota atau antar kelompok masyarakat lainnya, konflik itu akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik yang dapat terkontrol akan
menghasilkan integrasi yang baik, namun sebaliknya integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan suatu konflik.
Konflik menurut Robbin
konflik organisasi menurut Robbins
(1996) adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang
terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Pandangan ini dibagi menjadi 3
bagian menurut Robbin yaitu :
1.Pandangan tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa
konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan kegagalan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan tersebut.
2.Pandangan kepada hubungan manusia.
Pandangan ini menyatakan bahwa
konflik dianggap sebagai sesuatu peristiwa yang wajar terjadi didalam suatu
kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindari karena didalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu
hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi tersebut.
3.Pandangan interaksionis.
Pandangan ini menyatakan bahwa
mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu konflik. Hal ini
disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai dan serasi cenderung
menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga
tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat dan kreatif.
Jenis – Jenis Konflik :
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Sumber-Sumber Utama Penyebab Konflik
Organisasi
Penyebab terjadinya konflik dalam
organisasi, yaitu :
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan,
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan,
2. Perbedaan latar belakang
kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula,
3. Perbedaan kepentingan individu
atau kelompok,
4. Perubahan-perubahan nilai yang
cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan
5. Perbedaan pola interaksi yang
satu dengan yang lainnya.
Teknik-Teknik Utama Untuk Memecahkan
Konflik Organisasi
Ada beberapa cara untuk menangani
konflik yaitu :
1. Introspeksi diri,
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang
terlibat,
3. Identifikasi sumber konflik,
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima
tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita
mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan
tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan
yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat
vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan
terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi
konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan
bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di
atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah
satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun
psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi.
Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan
jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik
untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang
tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi
stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan
mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour.
Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama
atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan
pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini yaitu :
d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke
dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan
baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang
(win-win solution).
e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang
dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita
sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik
pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang
harus kita pertimbangkan.
Robbins (1996) dalam “Organization
Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi
akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981)
konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling
bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah
konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat,
persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu
berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka
perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan
hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak
sama dengan konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak
memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus
dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan
dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi
mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Konflik Menurut Para
Ahli
Ada beberapa
pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis
(1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan
selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi
memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu
sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik
dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka
secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik
tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan
bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal,
kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi
merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan
dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak
simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap
konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah
atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara
individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa
alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua
atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &
Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui,
diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa
penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang
dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
(Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara
individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan
konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431)
mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang
negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah
violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di
antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation
View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa
yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi
pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan
kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi
untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist
View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi
terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif,
dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota
di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner
dan Freeman
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1.
Pandangan tradisional.
Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini
disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan
yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik
harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam
merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat
dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi,
perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat
mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik,
manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta
kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan
menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut
pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1.
Dalam pandangan
tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari.
Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor
penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik
dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik
maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan
sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan
menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan
pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan
sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan
adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara
tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan
organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi.
Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan
suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana
cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut
Peneliti Lainnya
1.
Konflik terjadi karena
adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita
ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama
untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982:
234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan
secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang
mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak
selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak
yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara
dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk,
tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342).
Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam
memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa
dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya
perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana
cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang
akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu –
waktu terjadi kembali.
2.2) Jenis dan Sumber Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada
lima jenis konflik yaitukonflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik
antar individu dan kelompok,konflik antar kelompok dan konflik antar
organisasi.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa
dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan
peranan-peranan yang bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang
mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang
bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif
maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap
lingkungannya seringkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan
menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik
intrapersonal yaitu:
1. Konflik pendekatan-pendekatan,
contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya
orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya
orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif
sekaligus.
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan
suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik
semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi
yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
Konflik Antar Individu-Individu dan
Kelompok-Kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu
dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
Konflik Antara Kelompok Dalam
Organisasi yang Sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di
dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja –
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
Konflik Antara Organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi
dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik,
dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan
pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber
daya secara lebih efisien.
Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai
konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik
hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif
sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
-
Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus
dihindarkan dan ditiadakan.
- Konflik ditimbulka karena
perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
- Konflik diselesaikan melalui
pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik
dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk
menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Konflik adalah suatu akibat yang
tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan
mengenali sumber-sumber konflik.
- Konflik pada umumnya adalah hasil
dari kemajemukan sistem organisasi
- Konflik diselesaikan dengan cara
pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk
pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat
memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan
konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga
organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang
disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak
diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra
yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi
persoalan bagi dirinya?
“Bagi saya hal itu menjadi hal
yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari
sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari
situ. Selama kita masih bisa mentolerir
dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak
menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins
(1996) yang membahas konflik dari segi human relations and interactionist
perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu
akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi
(interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik
dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan
perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi
selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat:
- Mengarah ke inovasi dan perubahan
- Memberi tenaga kepada orang
bertindak
- Menyumbangkan perlindungan untuk
hal-hal dalam organisasi
- Merupakan unsur penting dalam
analisis sistem organisasi
Sumber Konflik
Penyebab terjadinya
konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
A. Karakteristik
Individual
1. Nilai sikap dan Kepercayaan (Values,
Attitude, and Baliefs) atau Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang
salah, untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat
dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik.
2. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and
Personality)
Konflik muncul karena
adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap
orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering
muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi
yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain.
3. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences)
Persepsi dan penilaian
dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap
seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang
tersebut.
B. Faktor Situasi
1. Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi
(Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya
konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang
berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat,
semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan
kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi
terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain
(Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti
ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena
akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
3. Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila seseorang bertindak
dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai
contoh, dalam engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas
organisasi merasa tidak perlu meminta pendapat paraanggota tim yang ada.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal:
1.
Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih
mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu
menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan
hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2.
Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah
sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu
organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3.
Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat
menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4.
Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem
kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam
hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah
soal yang mudah.
Sedangkan faktor ekstern meliputi:
1.
Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat
menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2.
Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang
perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3.
Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan
pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4.
Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan
pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap
kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
Akibat Konflik
Hasil dari sebuah
konflik adalah sebagai berikut:
·
meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
·
keretakan hubungan
antar kelompok yang bertikai.
·
perubahan kepribadian
pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
·
kerusakan harta benda
dan hilangnya jiwa manusia.
·
dominasi bahkan
penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah
mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap
konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita
dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan
hipotesa sebagai berikut:
· Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah
pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
· Pengertian yang tinggi untuk hasil kita
sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan"
konflik.
· Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain
hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan"
konflik bagi pihak tersebut.
·
Tiada pengertian untuk
kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh Konflik
·
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
·
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol,
sehingga timbul kekerasan. hal ini
dapat dilihat dalam konflik Israel danPalestina.
·
Konflik
Katolik-Protestan di Irlandia
Utara memberikan contoh konflik bersejarah
lainnya.
·
Banyak konflik yang
terjadi karena perbedaan ras dan etnis . Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda,
dan konflik diKazakhstan.
2.3) Metode Penyelesaian dan
Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus
mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik.
Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain:
1. Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang
biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini
penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang
terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki,
bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka
atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik
semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu
saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran
penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik
yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita
lakukan dalam penanganan konflik:
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu
pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu
diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini.
Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan
menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan
bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari
dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk
mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik
bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah
lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang
menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik
itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika
kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan
pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Dominasi dan Penekanan
DOMINASI atau KEKERASAN yang BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK.
Ketaatan harus dilakukan oleh fihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi
atau kekuatan yang lebih besar. MEREDAKAN atau MENENANGKAN, metode ini lebih
terasa diplomatis dlm upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman
d. Kompromi
PEMISAHAN, pihak-pihak yang berkonflik dipisah sampai
menemukan solusi atas masalah yang terjadi. ARBITRASI, adanya peran orang
ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian masalah. Kembali ke aturan yang
berlaku saat tidak ditemukan titik temu antara kedua fihak yang bermasalah.
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e. Pemecahan Masalah Integratif
KONSENSUS, sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan
hanya menyelesaikan masalah dgn cepat
KONFRONTASI, tiap fihak mengemukakan pandangan masing-masing secara
langsung & terbuka.
PENENTU
TUJUAN, menentukan tujuan akhir kedepan
yang lebih tinggi dengan kesepakatan bersama.
f. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan
konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan
kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita
pertimbangkan.
2.4)
Motivasi
Motivasi adalah
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah
intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas,
intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi
intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. .Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan
ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
2.5)
Teori-Teori Motivasi
Motivasi merupakan
satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu
tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk
menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi
adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai
motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan.
Motivasi dapat berupa
motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat intinsik adalah
manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang
tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena
rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang
melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen
diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang
membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi
yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian yang
menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa.
Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori motivasi ini menjadi 5
kategori yaitu teori kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori
harapan,teori penetapan sasaran.
A. TEORI MOTIVASI
ABRAHAM MASLOW (1943-1970)
Abraham Maslow
(1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal
dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting.
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar,
rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan
terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
(berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan
(berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan
kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian,
keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan
diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
B. TEORI MOTIVASI
HERZBERG (1966)
Menurut Herzberg
(1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya
faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
C. TEORI MOTIVASI
DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua
pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori
x empat pengandaian yag dipegang manajer.
a. karyawan secara inheren tertanam dalam
dirinya tidak menyukai kerja
b. karyawan tidak menyukai kerja mereka harus
diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas
semua factor yang dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan
pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y:
a.
karyawan dapat
memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan
pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d.
Kemampuan untuk
mengambil keputusan inovatif.
D. TEORI MOTIVASI
VROOM (1964)
Teori dari Vroom
(1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang
tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya,
sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom,
tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan) keberhasilan
pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian
tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas
(keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap
outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika
usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya
menghasilkan kurang dari yang diharapkan
E. Achievement
TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961)
Yang dikemukakan oleh
Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi
kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan
akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan
hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
•
Need for Power (dorongan untuk mengatur)
F. Clayton Alderfer
ERG
Clayton Alderfer
mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan
keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth).
Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa
jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia
akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu
kewaktu dan dari situasi ke situasi.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik merupakan yang hal yang tdk bisa dihindari dalam sebuah
organisasi, disebabkan oleh Bbanyak factor yang pada intinya karena organisasi terbentuk
dari banyak individu & kelompok yang memiliki sifat & tujuan yang
berbeda satu sama lain.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, Manajemen Konflik
Dalam Organisasi (Al Fabeta 2008)
Muchlas M, 2008, Perilaku
Organisasi, Gadjah Mada University, Jogjakarta
Luthans F. Organizational
Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan
dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen
Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik
dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational
Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik
(Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994
J. Winardi. 2003. Teori
Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press
Wikipedia.com bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas Wahyudin
Hammer & Organ. 1987. Organizational Behavior. Bussiness Publication Inc.
Kenneth Wexley & Gary Yuki. 2005. Perilaku Organisasi & Psikologi
Personalia. Rineka Cipta
Munandar AS. Manajemen Konflik
dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam
Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
T. Hani Handoko. Manajemen.
No comments:
Post a Comment