MEMBANGUN
BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi adalah sebuah sistem
makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna
bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi.
Budaya Organisasi
Akhir-akhir ini istilah budaya organisasi
(organizational culture) banyak
dijumpai di berbagai media, para ahli,
praktisi maupun akdemisi telah banyak
melakukan analisis dan kajian berkaitan
dengan budaya organisasi. Diskusi maupun
seminar telah banyak diselenggarakan untuk
mengungkapkan berbagai substansi
yang berkaitan dengan pengembangan budaya
organisasi, fungsi dan pengaruh
serta manfaatnya untuk sebuah organisasi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya
organisasi memang dirasakan sangat penting
dan memiliki manfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perkembangan
organisasi, tertutama dalam
kancah persaingan yang semakin ketat.
Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya
organisasi memiliki tiga hal
yang merupakan ciri khas dari budaya
organisasi tersebut, antara lain: 1)
dipelajari, 2) dimiliki bersama, dan 3)
diwariskan dari generasi ke generasi. Factor
yang paling penting bagi organisasi adalah
bagaimana seorang pemimpin, ketua
ataupun manajer sebuah organisasi dapat
menciptakan dan memelihara suatu
budaya organisasi yang kuat dan jelas.
Seorang ahli perilaku organisasi Eliott
Jacquest menyebutkan bahwa
perilaku organisasi adalah: “the customary or traditional ways of
thinking and
doing things, which are shared to a greater
or lesser extent by all members of the
organization and which new numbers must learn
and least partially accept in
order to be accept into the sevice of the
firm” artinya budaya organisasi adalah
cara berfikir dan melakukan sesuatu yang
mentradisi, yang dianut bersama oleh
semua anggota organisasi dan para anggota
baru harus mempelajari atau palling
sedikit menerimanya sebagian agar mereka
diterima sebagai bagian dari
organisasi.
dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi adalah
merupakan perwakilan dari norma-norma
perilaku yang harus diikuti oleh anggota
organisasi, termasuk mereka yang berada dalam
hirarkhi organisasi. Bagi
organisasi yang masih didominasi oleh
pendiri, maka budaya organisasi akan
menjadi wahana untuk mengkomunikasikan
harapan-harapan pendiri kepada
anggota organisasi yang lain, sedangkan bagi
organisasi yang dikelola oleh seorang
manajer atau pimpinan yang bersifat otokratis
yang menerapkan gaya
kepemimpinan “top down”, maka budaya
organisasi juga akan berperan untuk
mengkomunikasikan harapan-harapn mereka.
Kepemimpinan yang Efektif
Pemimpin yang efektif merupakan orang-orang
dengan motivasi tinggi
dalam memimpin dan mengendalikan organisasi,
para pemimpin yang efektif
dengan sukarela akan berusaha mencapai
sasaran dan target yang tinggi dengan
menetapkan standar-standar prestasi yang
tinggi bagi mereka sendiri. Pemimpin
efektif mempunyai sifat energik, menykai
segala sesuatu yang sifatnya menantang
dan menykai permasalahan-permasalahan sulit
dan tidak terpecahkan yang muncul
di lingkungan organisasi. Seorang pemimpin
efektif akan berusaha mengubah
keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu
hal dengan menunjukkan arah yang
harus ditempuh dan membina anggota kelompok
kearah penyelesaian hasil
pekerjaan kelompok.
Didalam suatu organisasi terdapat dua
pengaruh yang timbul dari hubungan
antara pimpinan dan anggota organisasi,
maksudnya terdapat interaksi dan reaksi
timbal balik dari orang-orang yang ada dalam
suatu organisasi. Seorang pemimpin
mempunyai misi atau tujuan yang ingin
dicapainya, pemimpin akan berusaha
menter jemahkan misi tersebut dengan
mendorong para pengikutnya hingga
mencapai tingkat prestasi yang cukup memuaskan
(misi organisasi).
Efektif jika dikaitakan dengan kepemimpinan
(leadership) berkaitan
dengan hal-hal apa yang harus dilakukan (what
are the things to be
accomplished), sedang efisien dikaitkan
dengan manajemen, yang mengukur
bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan
sebaik-baiknya (how can certain things
be best accomplished).
Kepemimpinan Efektif dalam Pengembangan SDM
Kepemimpinan yang efektif dalam dunia
kependidikan memberikan
pengaruh terhadap pengembangan sumber daya
manusia dengan cara: 1) offering
intellectual stimulation; pemimpin efektif
mendorong refleksi dan tantangan
bawahannya untuk menguji asusmsi tentang
pekerjaannya, dan berpikir kembali
bagaimana dapat ditampilkan dengan baik. 2)
providing individualized support;
sebagian besar perbaikan memerlukan tingkat
keterlibatan individual yang
signifikan, pemimpin yang efektif menunjukkan
kepedulian dan perhatian
terhadap kebutuhan dan perasaan karyawan.
Pemimpin menyediakan insentif dan
promosi kenaikan jabatan, baik itu
kesempatakan mengikuti pendidikan dan
pengawasan yang tepat kearah perbaikan. 3)
providing an appropriate model;
kepemimpinan efektif dalam institusi
pendidikan dapat dijadikan sebagai contoh
yang konsisten sesuai dengan nilai dan tujuan
untuk staf dan lainnya untuk diikuti.
Kepemimpinan Efektif dalam Pengembangan
Organisasi
Kepemimpinan dalam organisasi pendidikan
menaruh perhatian pada aspek
institusi sebagai mena organisasi dan
masyarakat, dengan menaruh perhatian pada
proses internal dan hubungan eksternal.
Pemimpin yang efektif memungkin
institusi pendidikan untuk berfungsi sebagai
masyarakat pembelajar professional
untuk mendukung dan menopang kinerja seluruh
karyawan, termasuk di dalamnya
guru (dosen) dan juga mahasiswa. Dalam
mengembangkan organisasi, seorang
pemimpin efektif dapat berfungsi sebagai: 1)
strengthening school culture;
pemimpin efektif membantu dalam mengembangkan
budaya sekolah (institusi
pendidikan) yang mewujudkan norma, nilai,
kepercayaan, dan sikap bersama yang
menggambarkan kepedulian bersama dan
kepercayaan diantara pada anggota. 2)
modifying organizational structure; pemimpin
dalam institusi pendidikan
melakukan pengawasan dan penyesuaian mengenai
struktur organisasi dalam
institusinya, termasuk bagaimana tugas
dilaksanakan, penggunaan waktu untuk
menyelesaikannya, pengalokasian perlengkapan,
penawaran dan sumber-sumber
lainnya, dan segala prosedur operasional
rutin yang ada di dalam institusi.
Pemimpin efektif dalam institusi pendidikan
membuat perubahan structural
langsung yang dapat menghasilkan kondisi
positif bagi proses belajar dan
membelajarkan.
3) building collaborative processes; pemimpin
dalam institusi pendidikan
mempertinggi kinerja dari institusi yang
dipimpinnya dengan menyediakan
kesempatan seluruh staf untuk berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan
berkaitan dengan isu yang mempengaruhi mereka
dimana pengetahuan mereka
sangat penting. Dengan cara ini, pemimpin
membantu yang lain untuk membentuk
institusi pendidikan dengan cara
menyempurnakan tujuan bersama. 4) managing
the environment; pemimpin efektif bekerja
dengan perwakilan yang berasal dari
lingkungan disekitarnya, termasuk orang tua,
anggota masyarakat, pemerintah dan
industri, dan lainnya.
Kepemimpinan Efektif dalam Membangun Budaya
Organisasi
Seorang pemimpin efektif dalam membangun
budaya organisasi yang
dipimpinnya harus berperan menjadi sosok dari
budaya yang akan dibangunnya,
pemimpin harus mampu membantu bawahan untuk
menciptakan rasa memiliki jati
diri bagi para pekerjanya, seorang pemimpin
harus mampu mengembangkan
keikatan pribadi antara karyawan dengan
institusi dimana mereka bekerja, rasa
memiliki merupakan modal dasar bagi seorang
pemimpin dalam mendorong
karyawan untuk mencapai misi dan tujuan dari
organisasi, tanpa adanya ikatan
pribadi (rasa memiliki) karyawan terhadap
organisasi, seorang pemimpin akan
kesulitan untuk menterjemahkan visi, misi dan
tujuannya dalam memimpin
organisasi. Pemimpin juga harus dapat membatu
menciptakan stabilisasi organisasi
sebagai suatu sistem sosial, dimana
orang-orang yang ada didalam organisasi
merupakan satu kesatuan sosial yang utuh dan
tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Seorang pemimpin juga harus mampu
menjadi pedoman perilaku, sebagai
hasil dari norma-norma perilaku yang sudah
terbentuk.
Pada dasarnya, untuk membangun budaya
organisasi yang kuat memerlukan
waktu yang cukup lama dan bertahap, boleh
jadi dalam perjalanannya akan
mengalami pasang surut yang berbeda dari
waktu ke waktu. Budaya organisasi
yang kuat memiliki beberapa tujuan, salah
satunya adalah mendapatkan usahausaha
produktif karyawan dan membantu setiap orang
untuk bekerja mencapai
tujuan-tujuan yang sama.
Budaya organisasi sebagai
istilah deskriptif
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan
tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak.
Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja
yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur
bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan
ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.
Asal muasal budaya organisasi
Ingvar
Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah
pendirinya.
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada
di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang
telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya
di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya
sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan
atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan
organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada
seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara.
Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua,
pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara
pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri
bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi
diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai,
dan asumsi pendiri
tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang
sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Karakteristik budaya
organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik
utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
- Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
- Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
- Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
- Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
- Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
- Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya
organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan
kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang
dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar
belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi
akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya
dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai
inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara
tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya
dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung
berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para
anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah
nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya
tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel
independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan
ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya.
Aspek makna bersama dari budaya inilah
yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk
perilaku.
Itulah yang memungkinkan seseorang untuk
mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan
selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari
para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat
diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa
memengaruhi perilaku anggotanya.
Pengaruh budaya
Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya,
budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu
organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang
lebih besar daripada kepentingan individu.
Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena
budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara
menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan
karyawan.
Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal
(sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan
perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik. Sebagaimana
dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:
“
|
Dalam definisinya, bersifat samar,
tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi
mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan
implisit yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja... Hingga para
pendatang baru mempelajari aturan, mereka tidak diterima sebagai anggota
penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau
karyawan lini depan membuat publik luas tidak senang dan memberi mereka
hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan menjadi basis utama bagi pemberian
imbalan dan mobilitas ke atas.
|
”
|
Budaya sebagai beban
Hambatan untuk perubahan
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki
bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas
organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi
bersifat dinamis
- Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks.
- Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
Menciptakan budaya
organisasi yang etis
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis
sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi
yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi
adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai
sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil.
Model peran yang visibel
Mengomunikasikan
harapan yang etis adalah salah satu cara menciptakan budaya organisasi yang
etis.
Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai
acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil.
Komunikasi harapan etis
Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan
dan mengomunikasikan kode etik organisasi.
Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar,
tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang
tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.
Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
Referensi:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132310875/Membangun%20Budaya%20Organisasi%20educinfo.pdf
Schein, E. H. (Inggris)Organizational
Culture and Leadership, San Fransisco: Jossey-Bass, 1985. hal. 168
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A.
(2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Salemba Empat. Hal.256-266
Schein, E. H. (Inggris)"the Role
of the Founder in Creating Organizational Culture," The Leader of the
Future, San fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
Schein, E. H. (Inggris)"Leadership
and Organizational Culture," The Leader of the Future, San
Fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
O'Reilly; Chatman, J; Caldwell, D. F. (Inggris)"People
and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to Assessing
Person-Organization Fit," Academy of Management Journal, hal.
487-516.
Meyerson, D;Martin, J. "(Inggris)"Cultural
Change: An Integration of Three Different Views," Journal of Management
Studies, 1987, hal. 623-647.
Yukl, G. (Inggris)Leadership in
Organization, Saddle River: Prentice Hall, 2002, hal. 141-174.
Roberts, J. L. (Inggris)"Striking
a Hot Match," Newsweek, 24 Januari 2005, hal. 54-55.
Hamm, S. (Inggris)"No Letup-and
No Apologies," Business Week, 26 Oktober 1998, hal. 58-64.
O'Reilly, C. A. "Culture as Social
Control: Corporations, Cults, and Commitment," Research in
Organizational Behavior, Greenwich, CT: JAI Press, 1996, hakl. 157-200.
Deal, T. E. (Inggris)"Culture: A
New Look Through Old Lenses," Journal of Applied Behavioral Science,
November 1996, hal. 501
Lndsay. (Inggris)"Paradoxes of
Organizational Diversity," Proceedings of the 50th Academy of
Management Conference, San Fransisco, 1990, hal 374-378.
Victor,
B.; Cullen, J. B. (Inggris)"The Organizational Bases of Ethical
Work Climates," Administrative Science Quarterly, Maret 1988, hal.
101-125
http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/perkembangan-pemikiran-organisasi.html